
Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam merupakan sosok yang penuh perhatian dalam mengajarkan Al-Quran. Metode yang beliau terapkan saat mewariskan kitabulloh kepada para sahabat sejatinya merupakan hasil dari pengajaran yang beliau ambil dari malaikat Jibril saat menerima wahyu. Metode tersebut juga termaktub dalam Al-Quran:
لَا تُحَرِّكۡ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعۡجَلَ بِهِۦۤ * إِنَّ عَلَیۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ * فَإِذَا قَرَأۡنَـٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ * ثُمَّ إِنَّ عَلَیۡنَا بَیَانَهُۥ
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.
(Al-Qiyamah 15-19)
Metode “Jibril” ini nantinya dikenal dengan istilah Al-‘Ardh wa As-Sama’ atau At-Talaqqi wa Al-Musyafahah.
Penjelasan Metode
Metode ini mencakup interaksi dari kedua belah pihak, gambaran mudahnya adalah si murid menyimak bacaan guru terlebih dahulu, barulah setelah itu murid tersebut membacakan ayat yang telah ia dengar.
Ini merupakan metode terbaik dalam mengajarkan Al-Quran, sebab sebelum membaca, si murid sudah mendengarkan dengan seksama bacaan yang benar untuk ayat tersebut. Namun sebagian kalangan sudah tak menggunakan metode tersebut untuk saat ini. Alih-alih sang guru membaca, ia justru langsung loncat kepada langkah kedua, yaitu si murid memperdengarkan bacaan dihadapan sang guru. Alasannya mungkin agar lebih efisien terhadap waktu halaqot yang ada. Sebab terkadang satu musyrif halaqot mengampu murid yang cukup banyak dengan hafalan yang berbeda-beda.
Firman Allah ta’ala diatas juga menggambarkan keadaan Nabi Muhammad shollalohu ‘alaihi wasallam di masa awal turunnya wahyu. Beliau dahulu sedikit terburu-buru dalam mengikuti bacaan malaikat Jibril ‘alaihissalam. Alasannya karena beliau takut tak hafal dengan baik jika tidak segera mengikuti bacaan malaikatbJibril. Kemudia Allah ta’ala menurunkan firman diatas serta ayat 114 pada surat Thoha yang memerintahkan agar Rasululloh tidak tergesa-gesa saat tengah menerima wahyu.
وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن یُقۡضَىٰۤ إِلَیۡكَ وَحۡیُهُۥۖ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِی عِلۡمࣰا
dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.
(Thoha: 114)
Ayat diatas juga mengandung pelajaran bagi para penghafal Al-Quran agar tidak terburu-buru dalam menghafalkannya. Sikap yang tepat adalah menghafalnya sedikit demi sedikit dengan penuh kesabaran. Sebab apa yang didapat dengan cepat dan instan, normalnya akan hilang dengan cepat juga. Sebagaimana digambarkan dalam sebuah bait syair yang berbunyi:
اليوم علمٌ و غدا مثلُهُ، من نُخَب العلم التي تُلتَقَط
يُحصّلُ المرءُ بها حكمةً، و إنّما السّيلُ اجتماعُ النّقَط
Hari ini mempelajari ilmu, pun begitu dengan esok hari
Sedikit demi sedikit dari ilmu yang mampu diserap
dengan metode inilah seseorang akan mendapatkan hikmah
Bukankah gurun pasir itu hanyalah kumpulan dari butiran-butiran pasir yang kecil?
Dalam surat Al-Qiyamah ayat 15 – 19 juga terdapat faedah yang mengatakan bahwa hendaknya seorang penghafal Al-Quran menguasai 3 hal:
Pertama: Menghafalkannya dengan baik, hal ini tertuang dalam firman Allah: جَمۡعَهُۥ (mengumpulkannya di dadamu).
Kedua: Membacanya dengan tajwid yang benar, sebagaimana tersirat dari firman Allah: وَقُرۡءَانَهُ (pandai membacanya).
Ketiga: Memahami isi kandungannya, sebagaimana firman Allah: بَیَانَهُۥ (penjelasan/tafsirnya).
Oleh sebab itu, sosok penghafal Al-Quran yang baik dan ideal adalah mereka yang terkumpul padanya 3 hal tersebut.
Kesimpulan
Cara terbaik dalam mempelajari Al-Quran adalah dengan metode Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam sebagaimana kami sampaikan diatas. Bukan sekedar si murid yang langsung membaca, akan tetapi ia mendengarkan bacaan sang guru terlebih dahulu. Dan begini seterusnya hingga ia mampu menghafalkan seluruh Al-Quran.
Namun bukan berarti metode yang sudah diterapkan pada sebagian lembaga pembelajaran Al-Quran salah, yaitu dimana sang murid langsung setor hafalan tanpa mendengarkan bacaan guru. Meskipun memiliki kualitas yang lebih rendah dari metode diatas, akan tetapi metode ini tidak sepenuhnya salah. Asalkan si murid sudah dipastikan memiliki bacaan yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Semoga Allah ta’ala memudahkan kita untuk menjadi penjaga ktitabNya. Amiin.
Referensi:
Sunan Al-Qurro, Abul Aziz Al-Qori