
Al-Quran merupakan wahyu yang Allah subhanahu wata’ala turunkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam melalui perantara malaikat Jibril. Metode yang digunakan saat Nabi menerima wahyu ini dari Malaikat Jibril adalah metode talaqqi. Lafadz “talaqqi” ini sendiri telah Allah subhanahu wata’ ala sebutkan dalam firmanNya:
(وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى ٱلۡقُرۡءَانَ مِن لَّدُنۡ حَكِیمٍ عَلِیمٍ)
Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui.
(An-Naml: 6)
Oleh sebab itu, mempelajari cara membaca Al-Quran hanya bisa dilakukan dengan cara talaqqi dan musyafahah alias tatap muka dengan guru secara langsung. Sebab Al-Quran memang tak bisa dipelajar hanya dengan mempelajari teorinya saja.
Namun dalam hal talaqqi ini, kita dituntun untuk memilih guru yang mumpuni dalam bidangnya. Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam sendiri pernah mencontohkan hal tersebut dalam sabdanya:
خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ: مِنِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ -فَبَدَأَ بِهِ- وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ
“Pelajarilah Al-Quran dari empat orang, Ibnu Mas’ud -nama yg pertama disebutkan-, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab dan Salim Maula Abi Hudzaifah”
(HR Al-Bukhori)
Dalam hadits lain Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
من أحب أن يقرأ القرآن غضا كما أنزل ، فليقرأه على قراءة ابن أم عبد
“Barangsiapa yang senang membaca Al-Quran sebagaimana saat ia diturunkan, maka hendaknya ia membaca sebagaimana bacaan Ibnu Mas’ ud”
(HR Ahmad)
Petunjuk Nabi diatas mengisyaratkan agar seorang muslim tidak asal-asalan dalam memilih guru talaqqi. Sebab Al-Quran adalah kalamulloh yang akan senantiasa kita baca sepanjang hidup. Bahkan salah satu suratnya merupakan rukun dalam sholat, yaitu surat Al-Fatihah.
Lantas haruskah kita memilih guru yang bersanad Al-Quran?
Jawabannya adalah tidak, meskipun memang guru yang telah meraih sanad Al-Quran yang bersambung hingga Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam memiliki keistimewaan tersendiri. Namun hal tersebut bukanlah syarat untuk menjadi seorang pengajar Al-Quran.
Sanad sendiri sejatinya merupakan sebuah pengakuan atau rekomendasi dari seorang guru bahwa si pewaris sanad sudah memiliki kapabilitas dalam mengajarkan Al-Quran. Dan bukan berarti orang yang tak memilikinya lantas kita ragukan kemampuannya dalam mengajar Al-Quran. Bisa jadi terdapat alasan lain mengapa orang tersebut tak mengambil sanad meskipun mampu. Entah karena jarak dan waktu yang tidak memungkinkan atau karena alasan lain.
Oleh sebab itu, jika Allah subhanahu wata’ala memberikan karunia kepada kita untuk dapat mewarisi silsilah mulia yang bernama ijazah sanad Al-Quran, jangan sampai kita jatuh kedalam perangkap setan nantinya. Sebab setan amat senang menanamkan sifat sombong dan bangga pada diri manusia. Jangan sekali-kali kita menjadi tinggi hati dan meremehkan orang lain. Bisa jadi orang yang tak memiliki sanad justru lebih mahir dalam mengajarkan Al-Quran.
Semoga Allah subhanahu wata’ala memudahkan langkah kita untuk menjadi penghafal Al-Quran. Amin.
Referensi:
Sunan Al-Qurro, Abdul Aziz Al-Qori