
Menunaikan ibadah haji ke baitulloh merupakan sebuah impian setiap muslim. Bayangan untuk dapat bersimpuh di hadapan Ka’bah Al-Musyarrofah hingga menengadahkan tangan di bukit Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah merupakan sebuah motivasi yang tiada duanya.
Namun ibadah yang merupakan rukun islam kelima ini membutuhkan kemampuan tertentu baik secara fisik maupun finansial. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَیۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَیۡهِ سَبِیلࣰاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِیٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
(Ali Imron: 97)
Oleh sebab itu, tak semua orang Allah ta’ala wajibkan untuk menunaikan ibadah haji tersebut, akan tetapi hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu. Bahkan terkadang terdapat sebagian kaum muslimin yang sejatinya sudah masuk kategori mampu untuk berangkat, namun secara tiba-tiba terdapat beberapa faktor yang menyebabkannya harus menunda perjalanan mulia tersebut. Seperti yang terjadi pada tahun 2020 ini, dimana kementrian agama mengambil keputusan yang amat berat nan sulit, yaitu menunda keberangkatan para tamu Allah lantaran wabah korona yang masih belum mereda. Nas-alulloh As-Salamah wa Al=’afiyah.
Penundaan keberangkatan haji seperti yang dirasakan oleh para calon tamu Allah saat ini sejatinya pernah menimpa salah seorang ulama Qiroat yang fenomenal, yaitu Ibnul Jazari rohimahulloh. Sejarah mencatat bahwa beliau pernah mengalami suatu momen yang tak terlupakan saat melangkahkan kaki menuju kota Makkah. Lebih tepatnya pada tahun 823 H, atau sepuluh tahun sebelum wafatnya beliau.
Dikisahkan bahwa kala itu Ibnul Jazari rohimahulloh berangkat menuju 2 kota suci dengan niatan untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Namun tanpa diduga, ditengah perjalanan beliau dan rombongan justru dihadang oleh para “begal” di zaman itu. Tak ayal lagi, beliau akhirnya diculik dan ditahan oleh para penjahat tersebut. Seluruh barang bawaan dirampas begitu saja, bahkan yang lebih mengerikan adalah fakta bahwa nyawa beliau juga hampir melayang saat itu.
Setelah melewati beberapa masa penyanderaan, Allah subhanahu wata’ala memberikan pertolonganNya. Beliau berhasil selamat dari kekejaman para penjahat hingga ditolong oleh beberapa orang yang beliau jumpai. Para penolong tersebut akhirnya mengantarkan beliau ke kota Unaizah (sebuah kota yang berjarak sekitar -+ 5 hingga 6 jam perjalanan dengan mobil saat ini dari Madinah).
Meskipun merupakan sebuah peristiwa mengerikan yang mungkin tak terlupakan, akan tetapi kisah tersebut berakhir dengan bahagia. Ibnul Jazari berhasil berkumpul kembali dengan keluarganya serta bisa mengunjungi kota Madinah.
Satu hal yang cukup menakjubkan ialah fakta bahwa saat berada dalam keadaan yang genting dan cemas, sang ahli qiroat ini justru berhasil menelurkan sebuah karya yang hingga saat ini dihafal dan dipelajari oleh para penuntut ilmu. Karya tersebut bernama matan Ad-Durroh Al-Mudhiyyah. Sebuah kumpulan bait-bait syair yang membahas 3 Qiroat pelengkap untuk Qiroah Sab’ah hingga menjadi Qiroah ‘Asyroh.
Di akhir bait matan ini, pengarang menggambarkan situasi menegangkan yang beliau rasakan sebagaimana kami sampaikan diatas. Pun begitu dengan ungkapan rasa syukur beliau kepada Sang Pencipta yang telah memberikan pertolongan. Bait-bait tersebut adalah:
وتم نظام الدرة احسب بعدها
وعام أضا حجي فأحسن تفؤلا
غريبة أوطان بنجد نظمتها
وعظم اشتغال البال واف وكيف لا
صددت عن البيت الحرام وزوري الـ
ـمقام الشريف المصطفى أشرف الملا
وطوقني الأعراب بالليل غفلة
فما تركوا شيئا وكدت لأقتلا
فأدركني اللطف الخفي وردني
عنيزة حتى جاءني من تكفلا
بحملي وإيصالي لطيبة آمنا
فيا رب بلغني مرادي وسهلا
ومن بجمع الشمل واغفر ذنوبنا
وصل على خير الأنام ومن تلا
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjauhkan kita dari segala keburukan. Amiin.
Referensi:
Ad-Durroh Al-Mudhiyyah, Ibnul Jazari